Webinar Internasional telah diselenggarakan oleh Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University pada 9/5 secara daring via Zoom. Webinar menghadirkan Prof. Dr. Arjan Stegmen dari Utrecht University dengan topik “Avian Influenza A virus (H5N1 clade 2.3.4.4b): course of the panzootic and effectiveness of control measures”. Webinar dimoderatori oleh Dr. drh Okti Nadia Poetri, M.Si, M.Sc, dosen SKHB IPB University.

Pakar molecular epidemiology ini mengawali topiknya dengan menjelaskan tentang virus AI. Penyakit AI sebabkan oleh virus influenza A yang memiliki kemampuan bermutasi yang tinggi, serta memiliki banyak serotipe. Serotipe ditentukan oleh dua jenis protein permukaan, yaitu hemagglutinin (HA/H) dan Neuraminidase (NA/N). Terdapat sebanyak 18 subtipe HA dan 11 subtipe NA. Perubahan subtipe pada virus ini terjadi akibat mutasi (drift) dan pertukaran (shift) genetik.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa burung air liar merupakan inang alami dari virus Influenza A, dapat menularkan virus dari satu burung ke burung yang lain melalui rute oro-fecal transmission. Virus di air yang terkontaminasi akan tertelan oleh burung dan ke luar dari tubuh burung melalui feses lalu mencemari air. Virus dapat bertahan di air yang dingin selama beberapa bulan hingga satu tahun.

“Avian Influenza, selain menulari ayam dan burung air liar, juga bisa menulari manusia dan berbagai jenis hewan yang lain, seperti babi, kuda, anjing, unta, kelelawar, paus, dan anjing laut,” paparnya.

Prof Stegmen melanjutkan penjelasannya dengan paparan sejarah kejadian penyakit. Pada tahun 1996 H5N1 High Patogenicity Avian Influenza (HPAI) muncul di China. Karena virus tidak dapat dieliminasi secara sempurna, maka pada tahun 2003 mulai menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Penyakit AI pada unggas jika menular pada manusia disebut flu burung. HPAI dilaporkan pada manusia sejak 2016, dengan risiko rendah hingga sedang, disebabkan oleh virus H5N1, H5N6, H7N9, dan H9N2. Selanjutnya virus terdeteksi di beberapa mamalia selain manusia, seperti serigala dan singa laut.

“Pencegahan penyebaran virus HPAI antar peternakan perlu dilakukan biosekuriti yang lebih ketat. Selanjutnya, biosekuriti perlu didukung dengan program vaksinasi untuk memutus rantai penularan virus,” pungkasnya di akhir presentasi. (km)