28 Mei 2013. Beberapa hewan diyakini dapat mendengar suara dan merasakan getaran yang terkait dengan pergeseran lapisan di dalam bumi. Hewan juga dinilai memiliki kemampuan mendeteksi perubahan elektromagnetik alam semesta yang lebih baik dari pada manusia. Oleh karenanya, banyak orang percaya dengan gagasan bahwa perubahan perilaku hewan memiliki hubungan kuat terhadap akan datangnya bencana alam. Demikian papar Dr. Drh. Heru Setijanto, dosen sekaligus peneliti dari FKH IPB dalam Focus Discussion Group “Perilaku Takbiasa Satwa Menjelang Gempa Bumi dan Bencana Alam” yang diselenggarakan oleh Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar bekerjasama dengan Komisi Kebudayaan, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, di Jakarta (22/5).

 

28 Mei 2013. Beberapa hewan diyakini dapat mendengar suara dan merasakan getaran yang terkait dengan pergeseran lapisan di dalam bumi. Hewan juga dinilai memiliki kemampuan mendeteksi perubahan elektromagnetik alam semesta yang lebih baik dari pada manusia. Oleh karenanya, banyak orang percaya dengan gagasan bahwa perubahan perilaku hewan memiliki hubungan kuat terhadap akan datangnya bencana alam. Demikian papar Dr. Drh. Heru Setijanto, dosen sekaligus peneliti dari FKH IPB dalam Focus Discussion Group “Perilaku Takbiasa Satwa Menjelang Gempa Bumi dan Bencana Alam” yang diselenggarakan oleh Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar bekerjasama dengan Komisi Kebudayaan, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, di Jakarta (22/5).

Banyak contoh perubahan perilaku hewan yang diambil dari berbagai belahan bumi, sebagai fenomena alam yang mengawali kejadian bencana alam. Namun demikian, secara objektif dan terukur masih sulit untuk mempelajari bagaimana hewan berespon terhadap aktifitas seismik. Apa mekanisme sensorik hewan yang mengontrol respons mereka terhadap perubahan yang terkait dengan gempa yang akan datang?

Apa yang dirasakan oleh hewan tergantung pada bagaimana indra dan sistem saraf menafsirkan isyarat atau stimulus. Respon yang ditampilkan oleh hewan tersebut sangat bervariasi satu sama lain, bahkan dapat sama sekali berbeda.

Persepsi sensoris

Spesies yang berbeda memiliki kapasitas yang berbeda pula dalam menggunakan lima indera utama (penciuman, penglihatan, rasa, sentuhan dan pendengaran).  Terdapat indera yang lain yang memungkinkan hewan untuk mendeteksi obyek dengan ekolokasi (biosonar) dan medan listrik, petunjuk arah menggunakan kompasmatahari, dan deteksi dari medan elektromagnet. Bahkan beberapa spesies hewan menunjukkan kemampuan sensoris yang cukup mengesankan, diantaranya:

  • Anjing dapat mendeteksi keberadaan manusia, walau telah terkubur.
  • Berbagai spesies secara mengesankan mampu menemukan jalan mereka kembali ke tempat tertentu dari lokasi yang jauh dan benar-benar asing.
  • Hewan tertentu mampu mendeteksi medan elektromagnet, inframerah, dan ultraviolet, menggunakan kompas matahari dan peta angkasa (celestial maps)
  • Hewan mempunyai kemampuan untuk melokalisir obyek menggunakan sonar.
  • Hewan dapat merasakan badai, gempa bumi atau bencana yang akan datang.

Penerimaan sensoris

Komponen terpenting dalam sistem sensoris adalah reseptor yang dapat menerima sinyal eksternal, oleh transduksi dirubah menjadi impuls listrik yang dapat disampaikan ke, dan ditafsirkan oleh otak.  Sampai saat ini kita mengenal lima jenis reseptor, yaitu:

  1. Chemoreceptors – yang diaktifkan oleh bahan kimia tertentu melalui reseptor pada membran sel (reseptor bau dan rasa reseptor).
  2. Mechanoreceptors – yang diaktifkan oleh rangsangan sensor fisik, seperti rambut yangpada membran sel (reseptor sentuhan dan pendengaran).
  3. Thermoreceptors – reseptor di kulit yang dapat merasakan suhu.
  4. Nociceptors – reseptor di kulit yang dapat merasakan sakit
  5. Photoreceptors – yang diaktifkan melalui reseptor permukaan dan mampu menyerap cahaya (reseptor visual)

Selain itu, ada magnetoreceptors untuk mendeteksi medan magnet meski masih belum jelas benar seperti apa, atau bahkan di mana, reseptor ini berada.

Persepsi terhadap suara

Telinga manusia mampu menangkap frekuensi suara dalam rentang antara 20 Hz-20.000 Hz, walaupun dengan meningkatnya usia kemampuan tersebut dapat menurun. Sedangkan pada beberapa hewan rentang frekuensi suara yang dapat diindera dapat dilihat pada tabel berikut:

Kucing

100 – 32.000 Hz

Anjing

40 – 46.000 Hz

Gajah afrika

16 – 12.000 Hz

Kelelawar

1000 – 150.000 Hz

Rodentia

70 – 150.000 Hz

Gelombang infrasonik memiliki karakteristik khusus baik di dalam tanah atau air. Pada kenyataannya, gelombang gempa bumi dapat dianggap sebagai bentuk infrasonik.  Gelombang suara bergerak jauh lebih cepat di dalam tanah daripada di udara (atau air).  Getaran yang berasal dari dalam tanah (ground borne vibrations), jika dirasakan, dapat dianggap dan berfungsi sebagai sebuah sistem peringatan dini (early-warning system).

Salah satu contoh terbaik dalam memahami sistem komunikasi infrasonik adalah pada gajah afrika. Pinnae yang besar pada gajah afrika kemungkinan berperan penting dalam menangkap frekuensi rendah suara, yang signifikan dalam komunikasi antar gajah.  Struktur telinga luar gajah afrika nampaknya sesuai dengan panjang gelombang suara yang ditangkapnya, sehingga menghasilkan persepsi yang lebih baik.

Paus biru merupakan contoh hewan yang juga mampu menangkap infrasonik.  Infrasonik yang disuarakan paus biru mengalami perjalanan ribuan kilometer melalui air laut yang salinitasnya tinggi, sehingga bertindak sebagai konduktor suara yang baik. Variasi suhu dan tekanan yang dijumpai di berbagai kedalaman lautan bertindak sebagai tabung dan saluran suara panggilan, yang memungkinkan paus di sisi lain dari samudra untuk mendengar panggilan. Suara dapat digunakan untuk sinyal peringatan, salam, sebagai bagian dari mekanisme pertahanan, atau sebagai sinyal umum.  Apakah gelombang seismik juga memberikan pengaruh pada paus biru, perlu penelusuran lebih lanjut.

Contoh jenis reptil yang mampu menangkap infrasonik adalah American alligator.  Selama musim kawin, alligator jantan diketahui menggunakan infrasonik untuk menetapkan status diantara alligator jantan lainnya. Gelombang infrasonik yang dipancarkan, mendorong alligator jantan untuk menantang satu sama lain dalam duel kekuatan dan menentukan status untuk memenangkan betina yang akan dikawininya.  Alligator tersebut bertarung menggoncangkan tubuh secara vertikal di dalam air, menyebabkan air bergetar vertikal sepanjang tubuh mereka mengikuti irama gelombang infrasonik yang dipancarkan.  Apakah gelombang seismik memberikan pengaruh pada alligator, masih belum terbukti.

Tidak hanya hewan besar yang dapat menangkap dan menghasilkan infrasonik, pada kenyataannya hewan yang lebih kecil seperti bangsa aves juga mampu menangkap dan menghasilkan infrasonik.  Merpati dan beberapa spesies burung lainnya dilaporkan dapat mendeteksi frekuensi suara rendah (0,5 Hz) pada ambang batas rendah amplitudo. Kemungkinan salah satu cara burung menentukan lokasi mereka adalah dengan menggunakan infrasonik atmosfer.  Burung mampu mendengar infrasonik dengan baik karena alat pendengarannya dirancang untuk mendeteksi gelombang suara berfrekuensi rendah. Burung-burung yang beterbangan menjelang terjadinya bencana merupakan fenomena alam yang menarik untuk diamati dan dijadikan sebagai sistem peringatan dini.

Persepsi terhadap gelombang elektromagnetik

Perubahan medan magnet dianggap memiliki dampak besar pada hewan yang menggunakan medan magnet untuk berorientasi diri terhadap lingkungan. Hewan yang berbeda kemungkinan mendeteksi medan magnet dengan cara yang berbeda pula.

Beberapa hewan (electric fish, ikan hiu, platypus) memiliki sel-sel sensorik khusus (elektroreseptor) yang memungkinkan mereka untuk mendeteksi perubahan dalam medan elektromagnet di sekitar mereka.  Sel-sel khusus tersebut melalui aktivitas listrik dari sistem syaraf dan otot, dapat digunakan oleh hewan predator untuk mencari mangsa atau sebagai sarana komunikasi.Beberapa jenis ular berburu mangsa menggunakan panas tubuh (termoreseptor). Panas bergerak melalui atmosfer sebagai radiasi elektromagnetik infra-merah (gelombang panjang), dan terdeteksi oleh sel-sel yang peka terhadap perubahan dalam suhu.

Perspektif ke depan

Memprediksi gempa dengan melihat perubahan perilaku hewan sampai dengan saat ini masih menjadi pertentangan antara ilmu pengetahuan (sains) dan cerita (folklore, dongeng) yang berkembang di masyarakat. Namun demikian sistem peringatan dini dengan menggunakan pengamatan terhadap perilaku hewan memerlukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut. Perilaku abnormal pada hewan tidak selalu mencerminkan akan adanya bencana alam. Perilaku hewan dapat memperlihatkan ekspresi yang sama terhadap perubahan lingkungan, tetapi memberikan persepsi yang berbeda…

Artikel lengkap berjudul “Dasar Neural Perilaku Naluriah Hewan: Tinjauan Terhadap Prediksi Kejadian Bencana” oleh Heru Setijanto

Berita tentang artikel ini dimuat di Media Indonesia Kamis, 23 Mei 2013, Halaman 14 dengan judul “Ulah Hewan Bisa Deteksi Gempa”