Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University kembali gelar  EV-Cast (Education Veterinary Podcast). Episode 15 “Satu Jam Lebih Dekat dengan Divisi” diisi oleh Sub-divisi Farmasi Veteriner mengulas topik tentang Kosmetik untuk Hewan Kesayangan, dilaksanakan secara live streaming di Youtobe SKHB IPB Official, pada 03/09/2022. EV-Cast Episode 15 ini menghadirkan narasumber Prof. Dr. Apt. Dra. Ietje Wientarsih, M.Sc, Guru Besar Departemen Klinik Reproduksi dan Patalogi SKHB IPB University dan Apoteker berlisensi yang mengkhususkan diri dalam obat hewan. Acara dipandu oleh Dr. Apt. Rini Madyastuti Purwono, S.Si, M.Si sebagai host.

Prof Ietje menyampaikan beberapa informasi mengenai Farmasi Veteriner. “SKHB IPB University memiliki Sub-Divisi Farmasi Veteriner yang mempunyai laboratorium farmasi. Laboratorium tersebut merupakan satu-satunya yang berada di Fakultas Kedokteran Hewan sementara untuk Fakultas Kedokteran Hewan lainnya kuliah dan praktikum umumnya bekerjasama dengan Fakultas Farmasi di Universitasnya masing-masing,” jelas Prof Ietje.

Lebih lanjut, Prof Ietje menyampaikan bahwa Farmasi Veteriner adalah bidang praktik kefarmasian. Apoteker dapat meracik obat dan mengelola terapi obat untuk hewan. Apoteker veteriner di beberapa negara adalah seorang apoteker berlisensi yang mengkhususkan diri dalam distribusi obat untuk hewan. Singkatnya, Farmasi Veteriner merupakan irisan ilmu Kedokteran Hewan dan Farmasi.

Prof Ietje menyampaikan pengaplikasian kosmetika pada hewan berkaitan dengan kesehatan hewan. Salah satu yang perlu diperhatikan yaitu pemakaian sampo untuk hewan. Perlu diperhatikan, salah satunya tentang pH dari sampo yang digunakan, dapat menimbulkan kulit hewan menjadi kering sehingga merangsang rasa gatal serta menimbulkan infeksi permukaan atau peradangan pada kulit hewan.

Lebih lanjut Prof Ietje menyampaikan tentang peracikan obat di bidang farmasi atau yang sering disebut dengan istilah compounding. “Compounding atau peracikan yakni percampuran obat yang disetujui baik oleh dokter hewan, apoteker atau resep dokter hewan untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu. Pemberian obat racikan kepada hewan tentu membutuhkan diagnose yang tepat dan resep yang diberikan tentu spesifik untuk individu yang dimaksud,” jelas Prof Ietje.

“Dalam kedokteran hewan kita sering menggunakan antibiotik, antimikroba, antihistamin, antiprotozoa, dan hormon yang merupakan kebutuhan modern untuk terapi dan profilaksis dalam pemeliharaan hewan. Perlu pengawasan dalam penggunaan obat hewan karena penggunaan obat yang kurang bijak, misal dalam menggunakan antibiotik bisa mengakibatkan terjadinya resistensi mikroba terhadap antibiotik,” jelas Prof Ietje.

Prof Ietje menyampaikan arah pengembangan Farmasi Veteriner SKHB IPB University ke depannya.  “Dalam waktu dekat kami berencana akan membentuk Divisi Farmasi. Disamping itu kedepannya akan dibentuk Prodi Farmasi dengan muatan lokal ilmu veteriner. Melalui pengembangan tersebut diharapkan terjadi peningkatan peran apoteker pada pengobatan hewan,” ungkap Prof Ietje.

Prof Ietje melanjutkan tentang kosmetika untuk hewan kesayangan. “Salah satu formula kosmetika yang baik untuk menjaga kesehatan rambut dan kulit anabul yakni yang memiliki kandungan oatmeal-based, soap-free, fragrance-free, hypoallergenic, contains moisturizing sources of oil or fats such as: coconut oil, olive oil, vitamin A and E, omega-3 fatty acids, aloe vera serta didalam formulasi sampo wajib ada deterjen atau agent pembersih dan conditioner,” jelas Prof Ietje.

“Penggunaan kosmetika pada hewan, dulunya masih banyak yang menggunakan formulasi sampo SLS (Sodium Lauryl Sulfate). Saat ini penggunaan SLS mulai dihindari karena dapat mengiritasi kulit anjing, lalu muncul ”free SLS Shampo”. Free SLS Shampo dipilih karena bermanfaat bagi sebagian besar ras anjing dan merupakan jenis sampo terbaik untuk anjing dengan kulit yang gatal dan sensitif. SLS merupakan foaming agent yang efektif, murah, dan berbusa banyak. Pengganti SLS untuk sediaan hewan yang disarankan adalah sodium coco sulfat yang merupakan derivate dari coconut oil,” pungkas Prof Ietje. (ns)