Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis selenggarakan Webinar Series IV: Pemotongan Hewan Kurban di Kondisi Wabah PMK dengan tagline ”kurban aman, kurban thoyyib, kurban bebas PMK”, (9/6).  Kegiatan ini merupakan kolaborasi SKHB IPB University dengan PDHI (Persatuan Dokter Hewan Indonesia) dan ASKESMAVETI (Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia). Kegiatan digelar secara daring melalui virtual zoom. Kegiatan ini dihadiri oleh Dekan SKHB IPB University Prof. drh. Deni Noviana, Ph.D, DAiCVIM, Wakil Dekan SKHB Prof. drh. Ni Wayan Kurniani Karja, Ph.D dan Dr. drh. Andriyanto, Ketua Umum PDHI Dr. drh. Munawarah, M.M, Ketua ASKESMAVETI drh. Sri Hartati, M.Si dan diikuti oleh lebih dari 800 peserta yang berasal dari seluruh Indonesia.

Kegiatan Webinar Series IV terdiri dari dua sesi, dan masing-masing sesi menghadirkan dua narasumber. Sesi pertama menghadirkan narasumber Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditkesmavet, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian drh. Syamsul Ma’arif, M.Si dan Dosen Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet SKHB IPB  Dr. drh. Hadri Latif, M.Si yang dimoderasi oleh Dr. drh Denny Widaya Lukman.

Dalam kesempatan ini Syamsul Ma’arif menjelaskan tentang kebijakan pemerintah Indonesia dalam pemotongan hewan kurban di kondisi wabah PMK. Kebijakan meliputi regulasi dan langkah-langkah strategis pemerintah dalam melakukan pencegahan dan penanganan PMK menjelang pelaksanaan kurban.

Lebih lanjut Syamsul Ma’arif menyampaikan peran bidang kesehatan masyarakat veteriner dalam melakukan pencegahan penyebaran PMK. Pencegahan penyebaran PMK mulai dari tempat penjualan hewan kurban, RPH-R (Rumah Potong Hewan-Ruminansia), TPH (Tempat Pemotongan Hewan) di luar RPH-R, pengaturan lalu lintas produk hewan, kesiapsiagaan menjelang iduladha dalam situasi wabah PMK, serta kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang PMK ke masyarakat luas.

”Pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah terkait pencegahan dan penanganan PMK menjelang pelaksanaan kurban. Langkah-langkah ini mempertimbangkan faktor-faktor risiko, yaitu peningkatan lalu lintas/perpindahan ternak dan produk ternak dari daerah tertular dan terduga ke daerah bebas, serta tempat penjualan dan tempat pemotongan hewan kurban. Kedua faktor risiko ini dapat menjadi sumber penyebaran virus PMK ke lingkungan yang dapat menularkan ke hewan peka lainnya,” jelas Syamsul.

”Kementerian Pertanian telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.3 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kurban dan Pemotongan Hewan dalam Situasi Wabah PMK serta surat edaran Menteri Pertanian No.2 Tahun 2022 tentang Penataan Lalu Lintas Hewan Rentan Produk Hewan dan Media Pembawa Lainnya di Daerah Wabah PMK. Regulasi ini diterbitkan bertujuan untuk mencegah penyebaran PMK di setiap daerah,” pungkasnya.

Pada kesempatan kedua Hadri Latif menjelaskan tentang penerapan higiene dan sanitasi RPH dan tempat pemotongan hewan kurban dalam kondisi wabah PMK. Hadri Latif menyoroti dua tempat yang menjadi ketentuan dalam penyembelihan hewan kurban, yaitu Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPH-R) yang ditujuk atau ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, dan kedua tempat pemotongan hewan kurban diluar RPH-R yang telah mendapat persetujuan dari pemerintah daerah kabupaten/kota.

”Fasilitas dan sarana tempat penyembelihan hewan kurban perlu disiapkan sejak awal oleh masyarakat terutama DKM masjid. Fasilitas tersebut di antaranya fasilitas penampungan hewan yang memenuhi aspek kesejahteraan hewan; fasilitas isolasi untuk hewan yang diduga PMK atau sakit; fasilitas pemotongan bersyarat (jika memungkinkan); fasilitas air bersih yang mencukupi, fasilitas dan bahan untuk pembersihan dan disinfeksi kendaraan, peralatan, hewan, limbah, dan orang; dan fasilitas penampungan limbah darah, kotoran, sisa pakan. Limbah tidak boleh keluar dari tempat pemotongan. Dan terakhir tersedia fasilitas perebusan,” jelas Hadri.

“Penyiapan fasilitas dan sarana penyembelihan hewan kurban ini harus segera disosialiasasikan kepada masyarakat dan DKM masjid agar penyembelihan hewan kurban dapat dilakukan dengan aman,” ucapnya memberi saran.

Sesi kedua menghadirkan narasumber Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor drh. Prihartini Mulyawati, M.M dan Ketua MUI Bidang Fatwa Dr. KH. M Asrorun Ni’am Sholeh, M.A yang di moderasi oleh drh. Ruri Astuti Wulandari.

Prihartini Mulyawati menjelaskan kesiapsiagaan Kabupaten Bogor dalam pemotongan kurban di RPH dan di luar RPH dalam kondisi wabah PMK. Mitigasi resiko pelaksanaan kegiatan kurban dilakukan mulai dari tahap persiapan, tempat penjualan hewan kurban, tempat pemotongan hewan kurban (RPH dan luar RPH), hingga kepada kesiapan petugas pemeriksa, panitia kurban, dan stakeholder terkait.

“Pemerintah Kabupaten Bogor memiliki tiga RPH yang terdapat di daerah Cibinong, Galuga, dan Citaringgul. Ketiganya akan dipakai untuk pemotongan hewan kurban. RPH-RPH tersebut sayangnya tidak memiliki fasilitas pelayuan dan perebusan. Direktur Kesmavet dalam paparannya akan membantu menyiapkan fasilitas pelayuan dan perebusan, sehingga kami dapat optimal menangani pemotongan hewan kurban saat wabah PMK,” ungkap Prihartini.

Lebih lanjut Prihartini menyampaikan bahwa persyaratan penjualan hewan kurban di Kabupaten Bogor menyesuaikan dengan surat edaran Menteri Pertanian No.3 Tahun 2002, akan tetapi implementasikan di lapangan perlu beberapa penyesuaian. Pemerintah Kabupaten Bogor mensyaratkan penjualan hewan kurban harus mendapat izin dari pemerintah setempat seperti kelurahan/desa, RT dan RW.

KH. M Asrorun Ni’am Sholeh, sebagai narasumber terakhir, menjelaskan tentang fatwa MUI terkait pemotongan hewan kurban di kondisi wabah PMK. Ia menyampaikan bahwa hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga kuku terlepas dan menyebabkan pincang tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban. “Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat tetapi kemudian sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10-13 Dzulhijah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban,” pungkasnya. (ns/km)